this is my poet

Posted by Arimigayo Minggu, 10 Desember 2017 0 komentar
I dont know where I can start from
One thing that I only know is
I cannot edge this feeling

But, I ...

Baca Selengkapnya ....

Guru Sebagai Pribadi Anti-Hoax: Sosialisasikan Tentang Berita yang Baik dan Benar

Posted by Arimigayo Jumat, 10 November 2017 0 komentar
Guru Sebagai Pribadi Anti-hoax Dalam Masyarakat: Sosialisasikan Tentang Berita yang Baik dan Benar
Oleh: Has Arimi Gayo Mulya, S.Pd

Dalam era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini, pengguna internet tidak hanya dapat mengambil informasi, tetapi mereka juga dapat memberi dan menyebarkan informasi. Penyaringan dan pengawasan penyebaran berita sulit dilakukan secara maksimal oleh pemerintah. Hoax yang hampir seluruhnya tersebar melalui teknologi internet, menyebabkan keresahan di masyarakat karena ambiguitas tentang benar atau tidaknya berita tersebut. Guru sebagai pendidik memiliki peran penting dalam mengarahkan para siswanya untuk lebih bijak dalam memilih, mengkonsumsi dan menyebarkan berita. Sosialisasi dan edukasi tentang waspada terhadap bahaya hoax sangat perlu dilakukan, baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun kolega.
Apa itu Hoax?
Hoax berasal dari bahasa Inggris, yang artinya berita palsu. Menurut istilah, hoax didefinisikan sebagai informasi yang sesungguhnya tidak benar dan dibuat seolah-olah benar adanya (Wikipedia). Hoax atau berita bohong, adalah sebuah ancaman serius dalam bermasyarakat dan bernegara. Sayangnya, banyak orang yang mengartikan hoax adalah berita yang tidak disukai dan ini benar-benar keliru. Hoax sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru, tapi sudah sejak ada ratusan tahun sebelum teknologi internet ditemukan. Banyak hal yang bisa menjadi motif seseorang atau pihak membuat dan menyebarkan hoax. Bisa jadi itu tentang politik, kesehatan atau makanan.
Common Sense, sebuah media pendidikan di Amerika Serikat melakukan survey terhadap 853 siswa usia 10-18 tahun. Berdasarkan survei tersebut, hanya 44 persen yang bisa membedakan mana yang hoax dan mana berita yang benar. Bagaimana kita bisa mengetahui apakah sebuah berita itu hoax atau bukan? Apa akibat dari menyebarnya hoax di masyarakat?
Ada beberapa jenis hoax yang perlu kita ketahui, yaitu:
1.      Hoax proper; berita bohong yang dibuat secara sengaja. Hoax jenis ini sengaja dibuat oleh pihak tertentu untuk menipu pembacanya. Berita bohong ini dibuat dengan kebohongan secara keseluruhan, mulai dari judul hingga isi berita.
2.      Hoax pada judul; isi berita benar tapi judul yang menyesatkan. Hoax ini sering penulis temukan di media sosial facebook. Cara ini sepertinya digunakan untuk memancing orang agar mengklik link berita tersebut, untuk mendapatkan jumlah pengunjung yang sebanyak-banyaknya. Pembaca yang cenderung hanya melihat judulnya saja dan tak tahu berita yang sebenarnya, berpotensi untuk salah faham.
3.      Hoax berita lama; berita atau kejadian lama yang diberitakan lagi dengan maksud menyesatkan atau menimbulkan kesalahpahaman pembaca.
Beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mencari tahu hoax atau tidaknya suatu berita yaitu: (1) tidak langsung percaya dengan berita yang baru kita terima; (2) membaca dan mencari berita hanya dari sumber yang terpercaya; dan (3) jangan menyebarkan berita yang kita sendiri tidak yakin atas kebenarannya.
Pertama, kita seharusnya jangan langsung percaya dengan baerita yang baru saja kita dengar atau lihat di media. Terkadang suatu oknum atau media sengaja membuat, mengedit, melebih-lebihkan sebuah berita dengan berbagai motif. Misalnya, untuk mendapatkan banyak “like and share”, memperbanyak rating pengunjung, atau adanya unsur politik dagang dimana suatu produk menjadi rendah kredibilitasnya di mata masyarakat.
Kedua, carilah berita hanya dari sumber berita yang terpercaya. Sebelum membaca berita, kenali dulu reputasi dan kredibilitas media sumber beritanya. Jika berasal dari halaman internet, maka perlu untuk memperhatikan domain yang dipakai halaman website atau blog tersebut. Jika halaman tersebut blog pribadi, maka sudah tentu diragukan kebenarannya, akan tetapi saat ini banyak juga situs yang menggunakan alamat mirip dengan situs-situs yang kredibel. Kiat sebagai pengguna media hendaknya tidak melihat jumlah pengunjung atau banyaknya ‘like and share’ halaman, tapi perhatikan kredibel dan akuratnya berita tersebut.
Ketiga, kita hendaknya tidak langsung menyebarkan berita yang belum pasti kebenarannya. Teliti dan bijaklah dalam berbagi informasi. Akan lebih baik jika kita lihat terlebih dahulu kebenaran berita tersebut dengan membandingkannya dengan sumber lain yang menyajikan berita yang sama.



Anti-Hoax Sang Pendidik
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuat siapapun mudah dalam mencari dan menyebarkan informasi. Karena hal ini, banyak pemberitaan yang menjamur dan sulit untuk difilter kebenarannya. Ada berita yang merupakan perpanjangan dari media cetak, tapi ada juga yang tidak mempunyai versi cetak dan yang ini adalah yang paling banyak saat ini. Jika kesemuanya ini menyajikan informasi yang valid, tentu akan berguna sekali untuk menambah wawasan. Yang menjadi masalah adalah, tidak semua dari media tersebut kredibel. Banyak dari mereka yang menyajikan berita hoax.
Apa saja konsekuensi atas menyebarnya hoax? Beberapa akibat yang utama, antara lain: (1) menimbulkan kecurigaan bahkan kebencian kepada kelompok tertentu; (2) menyusahkan pihak tertentu yang tak bersalah; dan (3) dapat mengakibatkan timbulnya kebijakan yang keliru dari pembuat kebijakan.
Tiap individu tentu memiliki cara yang berbeda dalam menanggapi suatu masalah. Namun akan lebih bijak untuk kritis dalam melihat setiap masalah. Berfikir kritis menjadikan kita lebih mengedepankan rasional daripada perasaan, dan tidak dengan mudahnya mempercayai berita yang diperoleh.
Hoax umumnya beredar melalui media sosial. Media sosial yang seharusnya digunakan untuk bersosialisasi dan berinteraksi secara positif, dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menyebarkan informasi yang salah. Hal ini jika dibiarkan dikhawatirkan akan berpotensi membahayakan masyarakat. Oleh karenanya, perlu dilakukan kegiatan edukasi khususnya di lingkungan sekolah, keluarga maupun kolega. Pemerintah dalam hal ini sudah berupaya meminimalisir penyebaran hoax dengan membuat Undang-undang yang didalamnya mengatur sanksi bagi siapa saja yang dengan sengaja turut membuat dan menyebarkan hoax.
Lingkungan sekolah adalah yang paling rentan menjadi sasaran hoax. Hal ini dikarenakan pengguna sosial media yang terbanyak adalah siswa sekolah, mulai dari tingkat dasar hingga menengah atas. Di lingkungan sekolah, guru adalah aktor utama dalam mengedukasi tentang pentingnya berinternet secara positif, dan melatih siswa untuk berfikir kritis terhadap masalah di sekitar mereka. Guru bisa meminta siswa untuk teliti dalam menafsirkan judul dan isi berita yang mereka temui di dunia maya, dan menghimbau para siswa untuk lebih memilih referensi yang legal dan jelas sebagai sumber informasi.
Selanjutnya dalam lingkungan keluarga, edukasi dapat dilakukan dengan lebih santai pada waktu-waktu senggang. Misalnya, pada saat makan bersama seorang ayah bisa mengajak anaknya ngobrol tentang hoax bertema makanan atau isu-isu kesehatan. Selain itu, orang tua juga dapat mengawasi konten-konten halaman yang dikunjungi oleh anak saat mereka berselancar di dunia maya, juga termasuk aplikasi jejaring sosial yang mereka gunakan.
Yang terakhir, mengajak kolega teman sekitar dan sejawat untuk waspada terhadap bahaya hoax. Kita tentunya setiap hari saling berbagi dan bertukar informasi dengan teman di lingkungan kerja. Tak jarang dalam obrolan santai membicarakan isu-isu dalam ruang lingkup tertentu; politik, ekonomi kesehatan ataupun makanan. Sebagai contoh, beredarnya hoax mengkonsumsi vitamin C bersamaan dengan udang dapat menyebabkankematian. Kita dapat memberi penjelasan bahwa itu tidaklah benar. Meskipun ada indikasi kontaminasi logam berat dan zat kimia pada udang, itu tidak berarti dapat menyebabkan keracunan.
Salah satu contoh hoax lainnya yang pernah dialami penulis adalah beredarnya rumor yang mengatakan bahwa mie instan tidak boleh dimasak bersamaan dengan bumbunya. Ini karena MSG pada bumbu akan berpotensi menjadi karsinogen yang bisa menyebabkan kanker. Ini merupakan kabar yang belum diketahui tentang kejelasan referensinya.
Kesimpulan
Di akhir tulisan ini penulis menyimpulkan bahwa penting bagi kita untuk lebih bijak dalam mengkonsumsi dan menyebarkan berita. Waspada memanglah sangat baik dalam berprilaku, akan tetapi informasi yang kredibel tentu sangat berharga dan penting guna menentukan pola hidup sehat dan aman. 

Baca Selengkapnya ....

Pembiasaan Budaya Baca di Sekolah Dasar Sebagai Upaya Pembentukan Karakter

Posted by Arimigayo Kamis, 12 Oktober 2017 0 komentar
Oleh : Has Arimi Gayo Mulya

Abstrak 
Sekolah Dasar berperan penting dalam usaha pembangunan awal karakter individu. Kuat dan kokohnya karakter individu suatu generasi bangsa memberi pengaruh dalam menentukan kesejahteraan dan kemajuan bangsa tersebut. Dalam pembangunan dan pembentukan karakter individu, budaya baca adalah salah satu faktor positif. Dalam peningkatan minat baca siswa, dunia pendidikan khususnya Sekolah dasar perlu memperhatikan beberapa hal. Pertama, menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai dan bermutu untuk memfasilitasi dan membantu meningkatkan minat baca siswa. Kedua, melakukan pengelolaan program budaya baca di Sekolah Dasar, seperti penerapan program perpustakaan berjalan di sekolah-sekolah secara kontiniu. Dengan terlatih dan terbiasanya membaca pada usia anak-anak, maka akan lebih mungkin terbentuknya generasi unggul berkualitas yang tidak hanya memiliki kompetensi dan keahlian, tapi lebih utama dalam memiliki karakter yang kokoh dan mantap. Dengan bekal ilmu pengetahuan yang cukup, karakter yang mantap, serta semangat jiwa membangun yang dimilikinya diharapkan nantinya mereka akan memainkan perannya sebagai agen perubahan untuk mewujudkan negara yang maju, arif dan sejahtera.




Pembiasaan Budaya Baca di Sekolah Dasar Sebagai Upaya Pembentukan Karakter
Dalam kurun waktu setengah abad terakhir dunia sudah mengalami perubahan yang sangat pesat. Semua sumber ilmu yang dulu sangat sulit diperoleh, pada zaman sekarang ini melimpah ruah, dan bahkan terkesan sangat murah. Buku yang awalnya merupakan sumber utama dalam mempelajari suatu bidang ilmu, sekarang sangat jarang diminati sebagai dampak dari pengalihan perhatian oleh perkembangan teknologi. Barangkali ini adalah salah satu faktor hasil survey yang dilakukan oleh UNESCO pada tahun 2011, yang menyatakan bahwa minat baca yang dimiliki masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen atau satu berbanding seribu.
Membaca adalah salah satu cara yang dilakukan untuk memperoleh informasi. Menurut Lerner (1988:349) kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia setingkat Sekolah Dasar tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam belajar pada tingkatan berikutnya. Membaca tidak hanya dapat memperluas wawasan, tapi juga bisa mengembangkan kepribadian suatu individu sehingga tercipta karakter yang kokoh dan dinamis.
Jika dihubungkan dengan karakter, tentu kita perlu memahami istilah karakter terlebih dahulu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Doenie Koesumo A. memahami karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima oleh lingkungan (Muslich: 2011). Dengan demikian, karakter merupakan watak atau kepribadian seseorang dan dapat dibentuk dari lingkungan dan salah satunya adalah lingkungan hasil dari proses penggambaran konteks yang diperoleh dari kebiasaan membaca.
Sebuah studi bertema “Most Littered Nation in the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016 lalu, menyatakan bahwa Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara dalam hal minat baca. Padahal jika menimbang dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung minat baca, Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Di sisi lain, dunia perbukuan di Indonesia pada saat ini juga bisa dikatakan berkembang. Berdasarkan jumlah buku yang beredar di toko-toko buku besar, Indonesia menerbitkan tidak kurang dari 12.000 judul buku setiap tahunnya. Dari sini jelaslah bahwa yang menjadi faktor utama untuk meningkatkan minat baca adalah perlunya pembiasaan sejak usia dini.
Apa yang dapat dilakukan untuk memacu minat baca siswa Sekolah Dasar dan membuat mereka terbiasa untuk membaca? Ada dua faktor penting yang perlu kita perhatikan, yaitu memastikan tersedianya fasilitas yang memadai yaitu ruang perpustakaan untuk membantu siswa mengembangkan minat baca mereka, dan melakukan pengelolaan program peningkatan budaya baca secara efektif dan kontiniu di Sekolah Dasar seperti penerapan program perpustakaan berjalan di lingkungan sekolah.
Secara umum perpustakaan ada di setiap instansi pendidilkan formal, terutama sekolah. Adanya perpustakaan sangat membantu bagi kelancaran proses pembelajaran dan keberlangsungan pendidikan. Namun kenyataan umum yang kita temui, hal tersebut tidaklah berjalan dengan sempurna. Disamping dari aspek finansial sekolah yang kurang memadai untuk mewujudkan hal tersebut, juga kurangnya kesadaran individu akan fungsi dari perpustakaan sekolah. Beberapa kebiasaan-kebiasaan negatif yang menjadi kendala berkembangnya perpustakaan, antara lain:
1.      Posisi perpustakaan yang tidak strategis atau penataan ruang yang kurang pas untuk menunjang proses pembelajaran di sekolah.
2.      Koleksi perpustakaan yang kurang lengkap, dimana pada umumnya sekolah hanya menyediakan buku-buku pelajaran yang merupakan droping dari pemerintah.
3.      Keterbatasan waktu pemanfaatan perpustakaan, dimana siswa hanya bisa mengunjungi dan meminjam buku hanya pada jam istirahat saja.
4.      Guru-guru tidak secara rutin atau bahkan tidak pernah menghimbau peserta didik untuk mengunjungi perpustakaan.
5.      Guru-guru sendiri jarang ke perpustakaan, dan kurang tahu isi perpustakaan.
6.      Pengelola perpustakaan juga jarang mempromosikan perpustakaannya secara aktif dan kreatif.
Jika kebiasaan-kebiasaan negatif ini terus menerus diterapkan, maka perpustakaan sekolah hanyalah menjadi “Gudang Buku” saja, tanpa adanya tindakan pemberdayagunaan. Hal ini umum terjadi di sekolah-sekolah dasar di Indonesia terutama di pedesaan dan daerah terpencil, belum berubah dan terus berlanjut hingga sekarang. Sudah seharusnya perpustakaan sekolah dioptimalkan fungsinya sebagai salah satu sarana atau fasilitas vital untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal. Dalam hal ini pihak sekolah pun dapat menerapkan strategi optimalisasi layanan perpustakaan sekolah untuk meningkatkan minat baca siswa.
Sebuah studi situs berjudul “Pengelolaan Perpustakaan Sekolah Dasar” oleh Fajar Mahendra pada tahun 2015 menyatakan bahwa Pengorganisasian perpustakaan di Sekolah Dasar tidak hanya mengenai pengelolaan secara struktural saja, tetapi juga meliputi proses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan pengawasan (controlling). Proses penggerakan dilakukan tentu setelah matangnya perencanaan dan pengorganisasian. Pada proses penggerakan inilah yang menjadi target utama adalah keberhasilan dalam menarik dan meningkatkan minat baca siswa.
Strategi lain yang dapat di terapkan adalah program perpustakaan berjalan. Suatu terobosan mengenai hal ini pernah diterapkan oleh Drs. Agus Wiwoho yang bekerjasama dengan USAID Prioritas pada tahun 2014, dimana buku-buku bacaan koleksi sekolah dimasukkan kedalam kotak troli plastik agar mudah dibawa kedalam kelas atau tempat-tempat yang banyak dikunjungi siswa pada saat jam istirahat. Program budaya baca yang sudah berjalan selama 2 tahun ini berhasil membuat minat baca siswa menjadi meningkat. Pada saat jam istirahat banyak siswa yang tampak asyik membaca buku. Buku-buku yang ada didalam keranjang troli diganti-ganti sehingga siswa dapat membaca beragam buku. Selain itu, program perpustakaan berjalan ini dapat mengatasi sempitnya ruang perpustakaan sekolah.
Dalam hubungannya dengan peningkatan karakter, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertawakal kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional ini merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan karakter bangsa.

Pembiasaan budaya baca terhadap siswa di lingkungan Sekolah Dasar sangatlah berpengaruh dalam pembentukan karakter generasi bangsa di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pembentukan dan pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pembentukan dan pengembangan karakter individu seseorang. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan tidaklah dapat terlihat dengan segera, akan tetapi hasil tersebut akan memiliki dampak yang kuat dan tahan lama dalam masyarakat di masa yang akan datang. 

Baca Selengkapnya ....
Template by Materi Listening - Belajar Tenses. Original design by Arimigayo | Copyright of Arimigayo's Blog.